Senin, 24 Juni 2013

MEMAHAMI LANDASAN LINGUISTIK DAN LANDASAN PSIKOLOGI DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

BAB I
PENDAHULUAN

1.     Latar Belakang

Minat manusia terhadap bahasa bukanlah sesuatu yang baru. Dari catatan sejarah ada bukti bahwa sejak zaman purba manusia sudah tertarik untuk menyelidiki seluk-beluk bahasa. Penyelidikan tentang bahasa oleh sekelompok manusia sebagai bangsa itu ada yang dicatat secara rapi, ada pula yang tidak dicatat, diceritakan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bangsa yang membuat dokumentasi yang teratur dan rapi sehingga masih bisa dilacak sampai zaman sekarang ialah bangsa Yunani. Hampir semua cabang ilmu sebagai hasil kehidupan intelektual manusia seperti filsafat, moral, politik, estetika, etika, astronomi, matematika, geometri, dan linguistik, didokumentasikan secara teratur dan rapi oleh bangsa Yunani.

 Berkaitan dengan itu, linguistik akan memberi pemahaman mengenai hakikat dan seluk-beluk bahasa sebagai satu-satunya alat komunikasi terbaik yang hanya dimiliki manusia, serta bagaimana bahasa itu menjalankan peranannya dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Secara popular sering dinyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, sebagaimana yang dinyatakan Martinet (1987: 19) telaah ilmu mengenai bahasa manusia. Ilmu linguistik sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa saja, melainkan mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam istilah Perancis disebut langage. Misalnya, kata dalam bahasa Indonesia perpanjang dapat dianalisis menjadi dua morfem, yaitu morfem per- dan panjang. Morfem per- disebut sebagai morfem kausatif karena memberi makna ‘disebabkan jadi’ perpanjang berarti ’disebabkan sesuatu menjadi panjang’.
Sebagai alat komunikasi manusia, bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis. Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu sistem tunggal, melainkan terdiri pula dari beberapa subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis. Sebagai ilmu, linguistik juga mempunyai sejarah yang panjang. Selain itu, berbagai pendapat dan pandangan yang berbeda telah pula menyemarakkan studi linguistik. Dalam bahasa Indonesia kata linguistik bukan hanya berarti ilmu tentang bahasa, tetapi juga berarti bahasa itu sendiri, atau mengenai bahasa. Misalnya, dalam ungkapan keadaan linguistik di Indonesia berarti ”keadaan bahasa di Indonesia”, dan frase tataran linguistik berarti ”tataran bahasa”.
Sedangkan Psikologi berasal dari dua kata bahasa yunani psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu, secara harfiah psikologi dapat diartikan yaitu ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Menurut Branca ( dalam khodijah, 2006:2 ) menyatakaan bahwa psikologi sebagai ilmu tentang perilaku. Menurut Woodworth dan Marquis ( dalam khodijah, 2006: 2) , menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktivitas individu, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosinonal. Definisi ini, lebih bersifat praktis karena langsung mengarah pada aktivitas kongkrit yang dilakukan manusia sebagai manifestasi kondisi kejiwaannya. Sedangkan psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri (Pidarta, 2007).
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang proses mental dan perilaku seseorang yang merupakan manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu. Pengertian Landasan Psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan bagi seorang pendidik. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.

2.     Rumusan Masalah

a.       Apa definisi landasan linguistik dan landasan psikologi dalam pembelajaran teori belajar bahasa?
b.      Apa sajakah macam-macam landasan linguistik dan landasan psikologi dalam pembelajaran teori belajar bahasa?

3.     Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui beberapa hal, antara lain:
a.               Mengetahui dan memahami definisi landasan linguistik dan landasan psikologi dalam pembelajaran teori belajar bahasa.
b.              Mengetahui macam-macam landasan linguistik dan landasan psikologi dalam pembelajaran teori belajar bahasa.















BAB II

ISI

1.     Landasan Linguistik

Telah dipahami bahwa studi linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu tahap pertama yang disebut tahap spekulasi, tahap kedua adalah tahap observasi dan klasifikasi, dan tahap ketiga yang disebut tahap perumusan teori. Pada tahap spekulasi, pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris, melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Pada tahap klasifikasi dan observasi para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori. Karena itu, pekerjaan mereka belum dapat dikatakan bersifat ilmiah.
Penyelidikan bersifat ilmiah baru dilakukan pada tahap ketiga, di mana bahasa yang diteliti bukan hanya diamati dan diklasifikasi, tetapi juga telah dibuatkan teori-teorinya. Dalam sejarah perkembangan, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, pendekatan, dan teknik penyelidikan yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling berlawanan, dan membingungkan. Namun, sebenarnya semuanya itu akan menambah wawasan terhadap bidang dan kajian linguistik. Berikut ini akan diuraikan aliran linguistik.

1.1.           Aliran Strukturalis

Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasakan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Pandangan ini menguraikan konsep telaah sinkronik dan diakronis, perbedaan langue dan parole, perbedaan signifiant dan signifie, dan hubungan sintagmatik dan paradikmatik yang banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di kemudian hari.
a.       Telaah Sinkronis dan Diakronis.
Ferdinand de Saussure membedakan telaah bahasa secara sinkronik, artinya mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu saja. Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia yang digunakan pada zaman Jepang atau pada masa tahun limapuluhan. Sedangkan telaah diakronis artinya, telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh penuturnya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa telaah bahasa secara diakronis adalah jauh lebih sukar daripada telaah sinkronis.
Sebelum terbit buku Course de Linguistique Generale Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915 (dua tahun setelah de Saussure meninggal), telaah bahasa selalu dilakukan orang secara diakronis. Ahli-ahli pada waktu itu belum sadar bahwa bahasa dapat diteliti secara sinkronis. Inilah salah satu pandangan de Saussure yang sangat penting sehingga sekarang dapat diberikan pemerian terhadap suatu bahasa tertentu tanpa melihat sejarah bahasa itu.
b.      La Langue dan La Parole.
La langue adalah keseluruhan sistem tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan la paroe adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya konkret karena parole itu tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang lain. Dalam hal ini yang menjadi objek telaah linguistik adalah langue yang tentu saja dilakukan parole, karena parole itulah wujud bahasa yang konkret, yang dapat diamati dan diteliti.
c.       Signifiant dan Signifie.
Ferdinand de Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant dan komponen signifei. Yang dimaksud dengan signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran. Selanjutnya, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata, signifie sama dengan makna dan signifiant sama dengan bunyi bahasa dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu. Hubungan antara signifiant dengan signifie sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana contoh berikut ini. Sebagai tanda linguistik, signifiant dan signifie itu biasanya mengacu pada sebuah acuan atau referen yang berada di alam nyata, sebagai sesuatu yang ditandai oleh signifie linguistique.
d.      Hubungan Sintagmatik dan Paradikmatik
Yang dimaksud dengan hubungan sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik ini terdapat baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan makna kata itu. Umpamanya pada kata kita terdapat hubungan, fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a/. Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama sekali.
Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi, tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Umpamanya segitiga tidak sama dengan tigasegi, kata barangkali tidak sama dengan kalibarang. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tanpak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tak bermakna sama sekali. Sebagai contoh dapat dilihat berikut ini.
Hari ini barangkali dia sakit
Barangkali dia sakit hari ini
Dia sakit hari ini barangkali
Dia sakit barangkali hari ini
Yang dimaksud dengan hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara substitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis. Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh antara bunyi /r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan data. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada prefiks me-di-, pe-, dan te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat , dan terawat. Sedangkan hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis pada antara kata-kata yang menduduki fungsi sebjek, predikat, dan objek. Sebagai contoh dapat dilihat berikut ini.


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHqHh15d0pyx3CnhX2Iz3enby09jAY6O11fKBqLnPJewUKYQtRt7veofhm1-Th1iglKB5dqDGkgjw5aESFyiKNtDUI0qESQRQuJZg_PB1i4OOBdZKUzjBWMyzOK7HLGrv-YwsGIvy2j3Q/s400/2.jpg





Secara lengkap hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik dapat dilihat pada gambar berikut.


1.2.           Aliran Transformatif-generatif

Dapat dikatakan tata bahasa transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure tahun 1957, yang kemudian dikembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai pihak, di dalam buku yang kedua berjudul Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965. Nama yang dikembangkan untuk model tata bahasa yang dikembangkan oleh Chomsky ini adalah Transformational Generative Grammar tetapi dalam bahasa Indonesia lazim disebut tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.
Menurut Chomsky salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Oleh karena itu, tugas tata bahasa haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan jelas. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu:
a.    kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
b.   Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, maka Chomsky membedakan adanya kemampuan (competence) dan perbuatan berbahsa (performance ). Kemampuan adalah penegetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya sedangkan perbuatan berbahasa adalah pemakian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang sebenarnya. Dalam tata bahasa generatif, yang menjadi objek adalah kemampuan , meskipun perbuatan berbahasa juga penting, dan yang perlu dan menarik bagi seorang peneliti bahasa adalah sistem kaidah yang dipakai si pembicara untuk membuat kalimat yang diucapkannya.
Oleh karena itu, tata bahasa harus mampu menggambarkan kemampuan si pemakai bahasa untuk mengerti kalimat yang tidak terbatas jumlahnya, yang sebagian besar, barangkali belum pernah didengarnya atau dilihatnya. Pada dasarnya, setiap pembicara pengucapkan suatu kalimat, telah membuat kalimat baru, yang berbeda dari sekian banyak kalimat yang diucapkan atau dituliskan. Kemampuan seperti ini, yakni mampu membuat kalimat-kalimat baru, disebut aspek kreatif bahasa. Dengan kata lain, menurut aliran ini, sebuah tata bahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya.
Pada tahun 1965 muncul buku Chomsky dengan judul Aspect of the Theory of Syntax. Buku ini menyempurnakan teorinya mengenai sintaksis dengan mengadakan beberapa perubahan yang prinsipil. Tahun 1972 diperkembangkan lagi dan diberi nama Extended Standard Theory, yang kemudian pada tahun 1975 direvisi lagi, dan diberi nama Revised Extended Standard Theory. Terakhir teori tentang tata bahasa transformasi ini direvisi lagi menjadi apa yang disebut goverment and binding theory. Penjelasan teori yang dikemukakan dalam buku tahun 1965 dapat dilihat pada bagan berikut ini.


Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBeMup8edsJCFrn4nDXR3JRxYGq46yH7N3Yt7EWVJIrtPFh6xJq8VwerbujgV9pIz-cZ1vsIjT9ZFrWke7IMU5CjhUyXtHmr50xrUOmpPx1qmCX35lLFjg7KqqFNayZWhcjmqSzOEvyjA/s400/6.jpg


Tata bahasa dari setiap bahasa, seperti tampak pada bagan tersebut terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a.             komponen sintaksis,
b.            komponen semantik,
c.              komponen fonologis.
Hubungan antara ketiganya adalah input pada komponen semantik adalah output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi. Komponen sintaksis merupakan ”sentral” dari tata bahasa karena:
a.             komponen inilah yang menentukan arti kalimat
b.            komponen ini pulalah yang menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
Untaian awal atau input awal mengalami kaidah pencabangan untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah subkategorisasi. Kaidah-kaidah subkategori ini menghasilkan pola-pola kalimat dasar dan deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda frase dasar. Inilah yang menjadi unsur-unsur struktur batin.  Kaidah transformasi mengubah struktur batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur lahir. Karena struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang diperlukan untuk interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat yang berbeda artinya, biasanya tercermin di dalam perbedaan morfem, urutan morfem, dan jumlah morfem yang digunakan. Ada kalimat yang jumlah morfemnya sama, bunyi dan urutannya sama, tetapi mempunyai arti yang berbeda. Kalimat-kalimat yang meragukan seperti ini, tentu memiliki struktur dalam yang berbeda.
Komponen semantik memberikan interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh subkomponen dasar. Arti kalimat yang dihasilkan ditentukan oleh komponen ini. Arti sebuah morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau ciri semantik yang membentuk arti morfem itu. Umpamanya, kalau kata ayah dan kata ibu dibandingkan dengan kata pinsil dan kata kursi , maka dapat dilihat kata ayah dan ibu mempunyai ciri semantik /+makhluk/ sedangkan kata pinsil dan kursi tidak memiliki ciri semantik, atau lazim disebut memiliki ciri semantik /-makhluk/. Oleh karena itu, dapat diterima kalimat Ayah suka makan durian dan kalimat Ibu suka makan durian.
Kalimat Pinsil suka makan durian dan kalimat Kursi suka makan durian tidak berterima, karena kata kerja makan hanya bisa dilakukan oleh jata benda yang mempunyai ciri semantik /+makhluk/, dan tidak dapat dilakukan oleh yang berciri semantik /-makhluk/. Komponen fonologi, memberikan interpretasi fonologi pada deretan unsur yang dihasilkan oleh kaidah transformasi. Dengan memakai kaidah fonologi deretan unsur tadi dapat diucapkan. Tata bahasa transformasi, berusaha mendeskripsikan ciri-ciri kesemestaan bahasa.

2.     Landasan Psikologi

Psikologi berasal dari bahasa yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Secara harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau singkatnya ilmu jiwa. Sedangkan para ahli mempunyai pendapatnya sendiri-sendiri. Menurut Branca ( dalam khodijah, 2006:2 ) menyatakaan bahwa psikologi sebagai ilmu tentang perilaku. Secara tidak langsung pengertian yang dikemukakan oleh salah satu ahli tersebut bahwa perilaku seseorang memang dapat dihubungkan atau berhubungan dengan kondisi jiwa. Seseorang dapat melihat dari perilaku seseorang atau kebiasaannya untuk mengetahui bagaimana kondisi jiwa seseorang tersebut. Tidak hanya Branca, tokoh yang lain juga mempunyai pendapatnya sendiri mengenai psikologi. Menurut Woodworth dan Marquis ( dalam khodijah, 2006: 2), psikologi adalah ilmu tentang aktivitas individu, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosinonal. Definisi ini, lebih bersifat praktis karena langsung mengarah pada aktivitas yang nyata, yang dapat dilihat dengan mata yang dilakukan manusia sebagai manifestasi atau cerminan jiwa seseorang.
Tokoh lain juga berpendapat bahwa psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar atau lingkungannya, karena itu jiwa  dapat dikatakan inti dan sebagai kendali atau kehidupan manusia yang mempunyai batas-batas yang berada dan melekat dalam manusia itu sendiri (Pidarta, 2007). Dari beberapa macam pengertian tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi mempelajari kondisi jiwa seseorang yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perilaku, keadaan alam sekitar dan aspek-aspek lain yang dapat digunakan sebagai cerminan jiwa seseorang. Pengertian Landasan Psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan pendidikan bagi seorang pendidik dalam proses belajar mengajar, terutama dalam pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Para pakar psikologi pembelajaran sepakat bahwa dalam proses belajar-mengajar terdapat unsur-unsur internal yaitu bakat, minat, kemauan dan pengalaman terdahulu dalam diri pembelajar dan yang kedua yaitu unsur-unsur eksternal, yaitu lingkungan, guru, buku teks, dsb. Terdapat sedikit permasalahn disini, yaitu unsur manakah yang merupakan factor dominan atau paling besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran. Jawaban atas pertanyaan ini dapat ditelusuri melalui dua aliran besar dalam psikologi, yaitu aliran behaviorisme (al-sulukiyah) dan aliran kognitifisme (al-ma’rifiyah). Aliran behaviorisme memberikan perhatian lebih besar kepada faktor-faktor eksternal,  sedangkan aliran kognitifisme lebih memfokuskan perhatiannya kepada faktor-faktor internal.

2.1.           Aliran Behaviorisme (Tingkah Laku/Perilaku)

Aliran behaviorisme menjelaskan pengertian tentang tingkah laku melalui perilaku dan reaksi atau stimulus menghasilkan response. stimulus yang berbeda menghasilkan respon yang berbeda pula. Hubungan antara stimulus tertentu dengan respon tertentu disebut kebiasaan atau habit. Menurut aliran psikologi behaviorisme klasik, yang dipelopori oleh Watson, tentang bagaimana terjadinya hubungan antara stimulus dan respon yaitu stimuluslah yang mendatangkan responsi. Apabila stimulus terjadi secara tetap maka responsi pun dapat terlatih dan diarahkan tetap sehingga akhirnya bersifat otomatis. Aliran psikologi behaviorisme modern, dengan tokoh Skinner, berpendapat bahwa kebiasaan atau habit dapat terjadi dengan cara peniruan dan penguatan.
Kebiasaan mempunyai dua karakteristik utama.
a.       kebiasaan itu dapat diamati atau observable, bila berupa benda dapat diraba, dan bila berupa kegiatan atau aktivitas dapat dilihat.
b.      kebiasaan itu bersifat mekanistis atau otomatis. Kebiasaan itu terjadi secara spontan tanpa disadari dan sangat sulit jika harus dihilangkan kecuali kalau lingkungan berubah. Perubahan itu mengarah pada penghilangan stimulus yang membangkitkannya.
Menurut Baharudin & Wahyuni (2008:87) bahwa aliran Behavioristik memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon. Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut :
a.       Perlakuan terhadap individu didasarkan kepada tugas yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat tahapan dan dalam pelaksanaannya harus ada ganjaran dan kedisiplinan.
b.      Motivasi belajar berasal dari luar (eksternal) dan harus terus menerus dilakukan agar motivasi tetap terjaga.
c.       Metode belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan disiplin ilmu tertentu.
d.      Tujuan kurikuler berpusat pada pengetahuan dan keterampilan akademis serta tingkah laku sosial.
e.       Pengelolaan kelas berpusat pada guru dengan interaksi sosial sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai.
f.       Untuk mengefektifkan belajar maka dilakukan dengan cara menyusun program secara rinci dan bertingkat sesuai serta mengutamakan penguasaan bahan atau keterampilan.
g.      Peserta didik cenderung pasif.
h.      Kegiatan peserta didik diarahkan pada pemahiran keterampilan melalui pembiasaan setahap demi setahap demi setahap secara rinci.
Behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha mencoba menjelaskan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. ( dalam Sukarjo, 2009 :33). Jadi Berdasarkan Teori Behaviorisme Pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan.
Walaupun teori pembentukan kebiasaan (habit formation) itu bersifat umum, aplikasinya digunakan juga dalam pengajaran bahasa. Di dalam pembelajaran bahasa pertama (B1), anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan. Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian atau perbaikan. Melalui kegiatan itulah anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur atau pola kebiasaan bahasa ibunya. Hal yang sama berlaku juga dalam pembelajaran bahasa kedua (B2) atau bahasa asing. Melalui cara peniruan dan penguatan, para siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang merupakan kebiasaan dalam berbahasa kedua atau bahasa asing.
Dalam pembelajaran bahasa, aliran behaviorisme ini melahirkan pendekatan aural-oral atau mendengar-mengucapkan (thariqah sam’iyah syafawiyah). Dalam pendekatan ini, peran guru sangat dominan atau lebih menonjol karena dialah yang memilih bentuk stimulus, memberikan ganjaran dan hukuman, memberikan penguatan dan menentukan jenisnya, dan dia pulalah yang memilih buku, materi, dan cara mengajarkannya, bahkan menentukan bentuk jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepada peserta didik. Pendekatan ini memberikan perhatian utama kepada kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan, dan pada sisi lain lebih mengutamakan bentuk luar bahasa (pola, struktur, kaidah) dari pada kandungan isinya, dan mengutamakan kesahihan dan akurasi dari pada kemampuan interaksi dan komunikasi.

2.2.           Aliran Kognitifisme

Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari aliran pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Aliran ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn atau Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. inilah yang disebut dengan filosofi Rationalisme. Menurut aliran ini, seseorang belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Aliran Kognitifisme berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana cara  orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran kognitifisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi menurut teori kognitifisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir ( dalam Sukarjo, 2009 :50). Dalam Baharudin & Wahyuni, 2008 Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut :
a.       Perlakuan individu didasarkan pada tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
b.      Motivasi berasal dari dalam diri individu (intrinsik) yang timbul berdasarkan pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
c.       Tujuan kurikuler difokuskan untuk mengembangkan keseluruhan kemampuan kognitif, bahasa, dan motorik dengan interaksi sosial berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan.
d.      Bentuk pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik dengan guru sebagai fasillitator.
e.       Mengefektifkan mengajar dengan cara mengutamakan program pendidikan yang berupa pengetahuanpengetahuan terpadu secara hierarkis.
f.       Partisipasi peserta didik sangat dominan guna meningkatkan sisi kognitif peserta didik.
g.      Kegiatan belajar peserta didik mengutamakan belajar untuk memahami dengan cara insight learning.
h.      Tujuan umum dalam pendidikan adalah untuk mengembangkan sisi kognitif secara optimal dan kemampuan menggunakan kecerdasan secara bijaksanan.
Bertolak belakang dengan aliran behaviorisme yang menekankan pentingnya stimulus eksternal dalam pembelajaran, aliran kognitifisme menegaskan pentingnya keaktifan peserta didik. Peserta didiklah yang mengatur dan menentukan proses pembelajaran. Lingkungan bukanlah penentu awal dan akhir positif atau negatifnya hasil pembelajaran. Menurut pandangan aliran ini, seseorang ketika menerima stimulus dari lingkungannya, dia melakukan pemilihan sesuai dengan minat dan keperluannya, menginterpretasikannya, menghubungkannya dengan pengalaman hidupnya terdahulu, baru kemudian memilih alternatif respon yang paling sesuai.
Para ahli psikolinguistik pengikut aliran kognitifisme, antara lain Noam Chomsky dan James Deez, mereka berpendapat bahwa setiap manusia memiliki kesiapan alamiah untuk belajar bahasa. Manusia lahir di dunia dibekali oleh Sang Pencipta dengan piranti pemerolehan bahasa atau LAD (Language Acquisition Device). Alat ini menyerupai layar radar yang hanya menangkap gelombang-gelombang bahasa. Setelah diterima, gelombang-gelombang itu ditata dan dihubung-hubungkan satu sama lain menjadi sebuah sistem kemudian dikirimkan ke pusat pengolahan kemampuan berbahasa (Language Competence).
Pusat ini merumuskan kaidah-kaidah bahasa dari data-data ujaran yang dikirimkan oleh LAD dan menghubungkannya dengan makna yang dikandungnya, sehingga terbentuklah kemampuan berbahasa. Pada tahap selanjutnya, pembelajar bahasa menggunakan kemampuan berbahasanya untuk mengkreasi atau menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa yang dipelajarinya untuk mengungkapkan keinginan atau keperluannya sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah diketahuinya.










BAB III

PENUTUP

1.     Kesimpulan

Landasan linguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiangannya serta mengkaji seluk beluk bahasa pada umumnya. Bahkan untuk interaksi sosial dan alat komunkasi manusia yang bersifat sistematis. Sedangkan landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari banyi hingga dewasa.
Selain itu landasan psikologi merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Landasan psikologi memiliki peran penting dalam pendidikan baik itu dalam belajar dan pembelajaran khususnya Teori Belajar Bahasa. Pengetahuan tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Sebagai pendidik sangat memerlukan pemahaman landasan psikologis agar proses pembelajaran berlangsung secara optimal dan maksimal.

2.     Saran

Begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta mengaplikasikan landasan psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan berjalan dengan baik. Adanya penjelasan definisi landasan linguistik maupun landasan psikologi kita menjadi paham dan mengerti apa gunanya berbahasa dengan seluk beluknya dalam proses pembelajaran. Bahkan Psikologi dibutuhkan di berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang. Sehingga bisa membuahkan hasil maksimal dan optimal dalam mengatasi permasalahan yang timbul dalam individu (siswa) terutama masalah belajar. Diharapkan juga untuk pemakalah selanjutnya untuk menjadikan makalah ini sebagai acuan untuk pembuatan makalah selanjutnya dan materi yang dibahas agar lebih rinci.






















DAFTAR PUSTAKA


Agustina. 2011. Pendekatan dan Metodologi dalam Keterampilan Istima'.
(http://agustina-kuliah.blogspot.com/2011/04/pendekatan-dan-metodologi-dalam.html). Diakses pada tanggal 18 September 2012
Walfajri. 2009. Dasar-dasar Teoritis Pengajaran Bahasa. (Online), (http://fajristainjusi.blogspot.com/2009/12/dasar-dasar-teoritis-pengajaran-bahasa_1441.html), diakses pada tanggal 15 September 2012.
Hirdyantara. 2012. Teori Transformatif. (http://hirdyantarasleepbastrindo.blogspot.com/2012/04/teori-tranformatif.html). Diakses pada tanggal 18 September 2012
Rahman, T. 2010. Strukturalisme. (http://jezen.blogspot.com/2010/02/strukturalisme.html). Diakses pada tanggal 19 September 2012
Lubis, I. 2012. Makalah Landasan Teori Psikologi. (ibrahimstwo0@gmail.com). Diakses pada tanggal 19 September 2012
Brown, H. D. 2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. Jakarta: Pearson Education, Inc.

ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: Senin, Juni 24, 2013 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar