BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Minat manusia terhadap bahasa
bukanlah sesuatu yang baru. Dari catatan sejarah ada bukti bahwa sejak zaman
purba manusia sudah tertarik untuk menyelidiki seluk-beluk bahasa. Penyelidikan
tentang bahasa oleh sekelompok manusia sebagai bangsa itu ada yang dicatat
secara rapi, ada pula yang tidak dicatat, diceritakan dari mulut ke mulut, dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Bangsa yang membuat dokumentasi yang
teratur dan rapi sehingga masih bisa dilacak sampai zaman sekarang ialah bangsa
Yunani. Hampir semua cabang ilmu sebagai hasil kehidupan intelektual manusia
seperti filsafat, moral, politik, estetika, etika, astronomi, matematika,
geometri, dan linguistik, didokumentasikan secara teratur dan rapi oleh bangsa
Yunani.
Berkaitan dengan itu, linguistik akan memberi
pemahaman mengenai hakikat dan seluk-beluk bahasa sebagai satu-satunya alat
komunikasi terbaik yang hanya dimiliki manusia, serta bagaimana bahasa itu
menjalankan peranannya dalam kehidupan manusia bermasyarakat. Secara popular
sering dinyatakan bahwa linguistik adalah ilmu tentang bahasa atau ilmu yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, sebagaimana yang dinyatakan Martinet
(1987: 19) telaah ilmu mengenai bahasa manusia. Ilmu linguistik sering disebut
linguistik umum, artinya ilmu linguistik itu tidak hanya mengkaji sebuah bahasa
saja, melainkan mengkaji seluk-beluk bahasa pada umumnya, bahasa yang menjadi
alat interaksi sosial milik manusia, yang dalam istilah Perancis disebut langage. Misalnya, kata dalam bahasa
Indonesia perpanjang dapat dianalisis menjadi dua morfem, yaitu morfem per- dan
panjang. Morfem per- disebut sebagai morfem kausatif karena memberi makna
‘disebabkan jadi’ perpanjang berarti ’disebabkan sesuatu menjadi panjang’.
Sebagai alat komunikasi manusia,
bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis.
Yang dimaksud dengan sistemis adalah bahwa bahasa itu bukan suatu sistem
tunggal, melainkan terdiri pula dari beberapa subsistem fonologi, subsistem
morfologi, subsistem sintaksis. Sebagai ilmu, linguistik juga mempunyai sejarah
yang panjang. Selain itu, berbagai pendapat dan pandangan yang berbeda telah
pula menyemarakkan studi linguistik. Dalam bahasa Indonesia kata linguistik
bukan hanya berarti ilmu tentang bahasa, tetapi juga berarti bahasa itu
sendiri, atau mengenai bahasa. Misalnya, dalam ungkapan keadaan linguistik di
Indonesia berarti ”keadaan bahasa di Indonesia”, dan frase tataran linguistik
berarti ”tataran bahasa”.
Sedangkan Psikologi berasal dari
dua kata bahasa yunani psyche yang
berarti jiwa dan logos yang berarti
ilmu, secara harfiah psikologi dapat diartikan yaitu ilmu tentang jiwa atau
ilmu jiwa. Menurut Branca ( dalam khodijah, 2006:2 ) menyatakaan bahwa
psikologi sebagai ilmu tentang perilaku. Menurut Woodworth dan Marquis ( dalam
khodijah, 2006: 2) , menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktivitas
individu, baik aktivitas motorik, kognitif maupun emosinonal. Definisi ini,
lebih bersifat praktis karena langsung mengarah pada aktivitas kongkrit yang
dilakukan manusia sebagai manifestasi kondisi kejiwaannya. Sedangkan psikologi
atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia, jiwa itu sendiri adalah roh dalam
keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar, karena
itu jiwa atau psikis dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia yang
berada dan melekat dalam manusia itu sendiri (Pidarta, 2007).
Dari pengertian di atas, dapat
disimpulkan psikologi adalah ilmu pengetahuan tentang proses mental dan
perilaku seseorang yang merupakan manifestasi atau penjelmaan dari jiwa itu. Pengertian
Landasan Psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan
pendidikan bagi seorang pendidik. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan
psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
2. Rumusan Masalah
a. Apa
definisi landasan linguistik dan landasan psikologi dalam pembelajaran teori
belajar bahasa?
b. Apa
sajakah macam-macam landasan linguistik dan landasan psikologi dalam
pembelajaran teori belajar bahasa?
3. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk
mengetahui beberapa hal, antara lain:
a.
Mengetahui dan
memahami definisi landasan linguistik dan landasan
psikologi dalam pembelajaran teori belajar bahasa.
b.
Mengetahui macam-macam
landasan linguistik dan landasan psikologi dalam pembelajaran teori belajar
bahasa.
BAB II
ISI
1. Landasan Linguistik
Telah dipahami bahwa studi
linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan, yaitu tahap pertama yang
disebut tahap spekulasi, tahap kedua adalah tahap observasi dan klasifikasi,
dan tahap ketiga yang disebut tahap perumusan teori. Pada tahap spekulasi,
pernyataan-pernyataan tentang bahasa tidak didasarkan pada data empiris,
melainkan pada dongeng atau cerita rekaan belaka. Pada tahap klasifikasi dan
observasi para ahli bahasa mengadakan pengamatan dan penggolongan terhadap
bahasa-bahasa yang diselidiki, tetapi belum sampai pada merumuskan teori.
Karena itu, pekerjaan mereka belum dapat dikatakan bersifat ilmiah.
Penyelidikan bersifat ilmiah baru
dilakukan pada tahap ketiga, di mana bahasa yang diteliti bukan hanya diamati
dan diklasifikasi, tetapi juga telah dibuatkan teori-teorinya. Dalam sejarah
perkembangan, linguistik dipenuhi dengan berbagai aliran, paham, pendekatan,
dan teknik penyelidikan yang dari luar tampaknya sangat ruwet, saling
berlawanan, dan membingungkan. Namun, sebenarnya semuanya itu akan menambah
wawasan terhadap bidang dan kajian linguistik. Berikut ini akan diuraikan
aliran linguistik.
1.1. Aliran Strukturalis
Linguistik strukturalis berusaha
mendeskripsikan suatu bahasa berdasakan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa
itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-konsep atau pandangan baru
terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure.
Pandangan ini menguraikan konsep telaah sinkronik dan diakronis, perbedaan langue dan parole, perbedaan signifiant dan
signifie, dan hubungan sintagmatik
dan paradikmatik yang banyak berpengaruh dalam perkembangan linguistik di
kemudian hari.
a. Telaah
Sinkronis dan Diakronis.
Ferdinand de Saussure membedakan
telaah bahasa secara sinkronik, artinya mempelajari suatu bahasa pada suatu
kurun waktu tertentu saja. Misalnya, mempelajari bahasa Indonesia yang
digunakan pada zaman Jepang atau pada masa tahun limapuluhan. Sedangkan telaah
diakronis artinya, telaah bahasa sepanjang masa, atau sepanjang zaman bahasa
itu digunakan oleh penuturnya. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa telaah
bahasa secara diakronis adalah jauh lebih sukar daripada telaah sinkronis.
Sebelum terbit buku Course de
Linguistique Generale Course de Linguistique Generale yang disusun dan
diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915 (dua tahun
setelah de Saussure meninggal), telaah bahasa selalu dilakukan orang secara
diakronis. Ahli-ahli pada waktu itu belum sadar bahwa bahasa dapat diteliti
secara sinkronis. Inilah salah satu pandangan de Saussure yang sangat penting
sehingga sekarang dapat diberikan pemerian terhadap suatu bahasa tertentu tanpa
melihat sejarah bahasa itu.
b. La Langue dan
La Parole.
La
langue adalah keseluruhan sistem tanda yang
berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara para anggota suatu masyarakat
bahasa, sifatnya abstrak. Sedangkan yang dimaksud dengan la paroe adalah pemakaian atau realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa; sifatnya
konkret karena parole itu tidak lain
daripada realitas fisis yang berbeda dari orang yang satu dengan orang yang
lain. Dalam hal ini yang menjadi objek telaah linguistik adalah langue yang tentu saja dilakukan parole,
karena parole itulah wujud bahasa
yang konkret, yang dapat diamati dan diteliti.
c. Signifiant
dan Signifie.
Ferdinand de Saussure mengemukakan
teori bahwa setiap tanda atau tanda linguistik dibentuk oleh dua buah komponen
yang tidak terpisahkan, yaitu komponen signifiant
dan komponen signifei. Yang dimaksud
dengan signifiant adalah citra bunyi
atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan
makna yang ada dalam pikiran. Selanjutnya, ada yang menyamakan signe itu sama dengan kata, signifie sama dengan makna dan signifiant sama dengan bunyi bahasa
dalam bentuk urutan fonem-fonem tertentu. Hubungan antara signifiant dengan signifie
sangat erat, karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sebagaimana
contoh berikut ini. Sebagai tanda linguistik, signifiant dan signifie itu
biasanya mengacu pada sebuah acuan atau referen
yang berada di alam nyata, sebagai sesuatu yang ditandai oleh signifie linguistique.
d. Hubungan
Sintagmatik dan Paradikmatik
Yang dimaksud dengan hubungan
sintagmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
tuturan yang tersusun secara berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik
ini terdapat baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hubungan
sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan makna kata itu. Umpamanya
pada kata kita terdapat hubungan, fonem-fonem dengan urutan /k, i, t, a/.
Apabila urutannya diubah, maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama
sekali.
Hubungan sintagmatik pada tataran
morfologi, tampak pada urutan morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak
dapat diubah tanpa merusak makna dari kata tersebut. Ada kemungkinan maknanya
berubah, tetapi ada kemungkinan pula tak bermakna sama sekali. Umpamanya
segitiga tidak sama dengan tigasegi, kata barangkali tidak sama dengan
kalibarang. Hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis tanpak pada urutan
kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin juga tidak dapat diubah
tanpa mengubah makna kalimat tersebut, atau menyebabkan tak bermakna sama
sekali. Sebagai contoh dapat dilihat berikut ini.
Hari ini barangkali dia sakit
Barangkali dia sakit hari ini
Dia sakit hari ini barangkali
Dia sakit barangkali hari ini
Yang dimaksud
dengan hubungan paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat
dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam
tuturan yang bersangkutan. Hubungan paradigmatik dapat dilihat dengan cara
substitusi, baik pada tataran fonologi, morfologi, maupun tataran sintaksis.
Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh antara bunyi
/r/, /k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata, dan
data. Hubungan paradigmatik pada tataran morfologi tampak pada prefiks me-di-,
pe-, dan te- yang terdapat pada kata-kata merawat, dirawat, perawat , dan
terawat. Sedangkan hubungan paradigmatik pada tataran sintaksis pada antara
kata-kata yang menduduki fungsi sebjek, predikat, dan objek. Sebagai contoh
dapat dilihat berikut ini.
![]() |
![]() |
Secara lengkap hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik dapat dilihat pada gambar berikut.
1.2. Aliran Transformatif-generatif
Dapat dikatakan tata bahasa
transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam Chomsky yang berjudul Syntactic Structure tahun 1957, yang
kemudian dikembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai pihak, di
dalam buku yang kedua berjudul Aspect of
the Theory of Syntax pada tahun 1965. Nama yang dikembangkan untuk model
tata bahasa yang dikembangkan oleh Chomsky ini adalah Transformational Generative Grammar tetapi dalam bahasa Indonesia
lazim disebut tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.
Menurut Chomsky salah satu tujuan
dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut.
Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi
yang mempunyai makna. Oleh karena itu, tugas tata bahasa haruslah dapat
menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yang tepat dan
jelas. Setiap tata bahasa dari suatu bahasa, menurut Chomsky, adalah merupakan
teori dari bahasa itu sendiri; dan tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat,
yaitu:
a. kalimat
yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa
tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
b. Kedua,
tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan atau
istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja, dan
semuanya ini harus sejajar dengan teori linguistik tertentu.
Sejalan dengan konsep langue dan parole dari de Saussure, maka Chomsky membedakan adanya kemampuan (competence) dan perbuatan berbahsa (performance ). Kemampuan adalah
penegetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya sedangkan
perbuatan berbahasa adalah pemakian bahasa itu sendiri dalam keadaan yang
sebenarnya. Dalam tata bahasa generatif, yang menjadi objek adalah kemampuan ,
meskipun perbuatan berbahasa juga penting, dan yang perlu dan menarik bagi
seorang peneliti bahasa adalah sistem kaidah yang dipakai si pembicara untuk
membuat kalimat yang diucapkannya.
Oleh karena itu, tata bahasa harus
mampu menggambarkan kemampuan si pemakai bahasa untuk mengerti kalimat yang
tidak terbatas jumlahnya, yang sebagian besar, barangkali belum pernah
didengarnya atau dilihatnya. Pada dasarnya, setiap pembicara pengucapkan suatu
kalimat, telah membuat kalimat baru, yang berbeda dari sekian banyak kalimat
yang diucapkan atau dituliskan. Kemampuan seperti ini, yakni mampu membuat
kalimat-kalimat baru, disebut aspek kreatif bahasa. Dengan kata lain, menurut
aliran ini, sebuah tata bahasa hendaknya terdiri dari sekelompok kaidah yang
tertentu jumlahnya, tetapi dapat menghasilkan kalimat yang tidak terbatas
jumlahnya.
Pada tahun 1965 muncul buku Chomsky
dengan judul Aspect of the Theory of
Syntax. Buku ini menyempurnakan teorinya mengenai sintaksis dengan
mengadakan beberapa perubahan yang prinsipil. Tahun 1972 diperkembangkan lagi
dan diberi nama Extended Standard Theory,
yang kemudian pada tahun 1975 direvisi lagi, dan diberi nama Revised Extended Standard Theory.
Terakhir teori tentang tata bahasa transformasi ini direvisi lagi menjadi apa
yang disebut goverment and binding theory.
Penjelasan teori yang dikemukakan dalam buku tahun 1965 dapat dilihat pada
bagan berikut ini.
![]() |
Tata bahasa dari setiap bahasa, seperti tampak pada
bagan tersebut terdiri dari tiga komponen, yaitu:
a.
komponen sintaksis,
b.
komponen semantik,
c.
komponen fonologis.
Hubungan antara ketiganya adalah
input pada komponen semantik adalah output dari subkomponen sintaksis yang
disebut subkomponen dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan
output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transformasi.
Komponen sintaksis merupakan ”sentral” dari tata bahasa karena:
a.
komponen inilah yang menentukan
arti kalimat
b.
komponen ini pulalah
yang menggambarkan aspek kreativitas bahasa.
Untaian awal atau input awal
mengalami kaidah pencabangan untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah
subkategorisasi. Kaidah-kaidah subkategori ini menghasilkan pola-pola kalimat
dasar dan deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda frase
dasar. Inilah yang menjadi unsur-unsur struktur batin. Kaidah transformasi mengubah struktur batin
yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur lahir. Karena
struktur batin ini telah memiliki semua unsur yang diperlukan untuk
interpretasi semantik dan fonologis, maka kalimat yang berbeda artinya,
biasanya tercermin di dalam perbedaan morfem, urutan morfem, dan jumlah morfem
yang digunakan. Ada kalimat yang jumlah morfemnya sama, bunyi dan urutannya
sama, tetapi mempunyai arti yang berbeda. Kalimat-kalimat yang meragukan
seperti ini, tentu memiliki struktur dalam yang berbeda.
Komponen semantik memberikan
interpretasi semantik pada deretan unsur yang dihasilkan oleh subkomponen
dasar. Arti kalimat yang dihasilkan ditentukan oleh komponen ini. Arti sebuah
morfem dapat digambarkan dengan memberikan unsur makna atau ciri semantik yang
membentuk arti morfem itu. Umpamanya, kalau kata ayah dan kata ibu dibandingkan
dengan kata pinsil dan kata kursi , maka dapat dilihat kata ayah dan ibu
mempunyai ciri semantik /+makhluk/ sedangkan kata pinsil dan kursi tidak
memiliki ciri semantik, atau lazim disebut memiliki ciri semantik /-makhluk/.
Oleh karena itu, dapat diterima kalimat Ayah suka makan durian dan kalimat Ibu
suka makan durian.
Kalimat Pinsil
suka makan durian dan kalimat Kursi suka makan durian tidak berterima, karena
kata kerja makan hanya bisa dilakukan oleh jata benda yang mempunyai ciri
semantik /+makhluk/, dan tidak dapat dilakukan oleh yang berciri semantik
/-makhluk/. Komponen fonologi, memberikan interpretasi fonologi pada deretan
unsur yang dihasilkan oleh kaidah transformasi. Dengan memakai kaidah fonologi
deretan unsur tadi dapat diucapkan. Tata bahasa transformasi, berusaha
mendeskripsikan ciri-ciri kesemestaan bahasa.
2. Landasan Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa
yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Secara
harfiah psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jiwa
atau singkatnya ilmu jiwa. Sedangkan para ahli mempunyai pendapatnya sendiri-sendiri.
Menurut Branca ( dalam khodijah, 2006:2 ) menyatakaan bahwa psikologi sebagai
ilmu tentang perilaku. Secara tidak langsung pengertian yang dikemukakan oleh
salah satu ahli tersebut bahwa perilaku seseorang memang dapat dihubungkan atau
berhubungan dengan kondisi jiwa. Seseorang dapat melihat dari perilaku
seseorang atau kebiasaannya untuk mengetahui bagaimana kondisi jiwa seseorang
tersebut. Tidak hanya Branca, tokoh yang lain juga mempunyai pendapatnya
sendiri mengenai psikologi. Menurut Woodworth dan Marquis ( dalam khodijah,
2006: 2), psikologi adalah ilmu tentang aktivitas individu, baik aktivitas
motorik, kognitif maupun emosinonal. Definisi ini, lebih bersifat praktis
karena langsung mengarah pada aktivitas yang nyata, yang dapat dilihat dengan mata
yang dilakukan manusia sebagai manifestasi atau cerminan jiwa seseorang.
Tokoh lain juga berpendapat bahwa
psikologi atau ilmu jiwa yang mempelajari jiwa manusia, jiwa itu sendiri adalah
roh dalam keadaan mengendalikan jasmani yang dapat dipengaruhi oleh keadaan
alam sekitar atau lingkungannya, karena itu jiwa dapat dikatakan inti dan sebagai kendali atau
kehidupan manusia yang mempunyai batas-batas yang berada dan melekat dalam
manusia itu sendiri (Pidarta, 2007). Dari beberapa macam pengertian tokoh di atas,
dapat disimpulkan bahwa psikologi mempelajari kondisi jiwa seseorang yang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti perilaku, keadaan alam sekitar dan
aspek-aspek lain yang dapat digunakan sebagai cerminan jiwa seseorang. Pengertian
Landasan Psikologis merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan
dengan aspek kejiwaan. Karena merupakan salah satu kunci keberhasilan
pendidikan bagi seorang pendidik dalam proses belajar mengajar, terutama dalam
pembelajaran bahasa. Oleh karena itu, hasil kajian dan penemuan psikologis
sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan.
Para pakar psikologi pembelajaran
sepakat bahwa dalam proses belajar-mengajar terdapat unsur-unsur internal yaitu
bakat, minat, kemauan dan pengalaman terdahulu dalam diri pembelajar dan yang
kedua yaitu unsur-unsur eksternal, yaitu lingkungan, guru, buku teks, dsb. Terdapat
sedikit permasalahn disini, yaitu unsur manakah yang merupakan factor dominan
atau paling besar pengaruhnya dalam proses pembelajaran. Jawaban atas
pertanyaan ini dapat ditelusuri melalui dua aliran besar dalam psikologi, yaitu
aliran behaviorisme (al-sulukiyah)
dan aliran kognitifisme (al-ma’rifiyah).
Aliran behaviorisme memberikan perhatian lebih besar kepada faktor-faktor
eksternal, sedangkan aliran kognitifisme
lebih memfokuskan perhatiannya kepada faktor-faktor internal.
2.1. Aliran Behaviorisme (Tingkah Laku/Perilaku)
Aliran behaviorisme menjelaskan
pengertian tentang tingkah laku melalui perilaku dan reaksi atau stimulus
menghasilkan response. stimulus yang berbeda menghasilkan respon yang berbeda
pula. Hubungan antara stimulus tertentu dengan respon tertentu disebut
kebiasaan atau habit. Menurut aliran psikologi behaviorisme klasik, yang
dipelopori oleh Watson, tentang bagaimana terjadinya hubungan antara stimulus
dan respon yaitu stimuluslah yang mendatangkan responsi. Apabila stimulus
terjadi secara tetap maka responsi pun dapat terlatih dan diarahkan tetap
sehingga akhirnya bersifat otomatis. Aliran psikologi behaviorisme modern,
dengan tokoh Skinner, berpendapat bahwa kebiasaan atau habit dapat terjadi
dengan cara peniruan dan penguatan.
Kebiasaan mempunyai dua karakteristik utama.
a. kebiasaan
itu dapat diamati atau observable, bila berupa benda dapat diraba, dan bila
berupa kegiatan atau aktivitas dapat dilihat.
b. kebiasaan
itu bersifat mekanistis atau otomatis. Kebiasaan itu terjadi secara spontan
tanpa disadari dan sangat sulit jika harus dihilangkan kecuali kalau lingkungan
berubah. Perubahan itu mengarah pada penghilangan stimulus yang membangkitkannya.
Menurut Baharudin & Wahyuni (2008:87) bahwa
aliran Behavioristik memandang belajar sebagai kegiatan yang bersifat
mekanistik antara stimulus dan respon. Implikasinya terhadap pendidikan adalah
sebagai berikut :
a. Perlakuan
terhadap individu didasarkan kepada tugas yang harus dilakukan sesuai dengan
tingkat tahapan dan dalam pelaksanaannya harus ada ganjaran dan kedisiplinan.
b. Motivasi
belajar berasal dari luar (eksternal) dan harus terus menerus dilakukan agar
motivasi tetap terjaga.
c. Metode
belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan disiplin ilmu tertentu.
d. Tujuan
kurikuler berpusat pada pengetahuan dan keterampilan akademis serta tingkah
laku sosial.
e. Pengelolaan
kelas berpusat pada guru dengan interaksi sosial sebagai sarana untuk mencapai
tujuan tertentu dan bukan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai.
f. Untuk
mengefektifkan belajar maka dilakukan dengan cara menyusun program secara rinci
dan bertingkat sesuai serta mengutamakan penguasaan bahan atau keterampilan.
g. Peserta
didik cenderung pasif.
h. Kegiatan
peserta didik diarahkan pada pemahiran keterampilan melalui pembiasaan setahap
demi setahap demi setahap secara rinci.
Behaviorisme didasarkan pada
perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu aliran ini berusaha
mencoba menjelaskan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan berpengaruh
terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar
akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang
diberikan pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang
terjadi pada siswa. ( dalam Sukarjo, 2009 :33). Jadi Berdasarkan Teori
Behaviorisme Pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan.
Walaupun teori pembentukan
kebiasaan (habit formation) itu
bersifat umum, aplikasinya digunakan juga dalam pengajaran bahasa. Di dalam
pembelajaran bahasa pertama (B1), anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui
peniruan. Peniruan itu biasanya diikuti oleh pujian atau perbaikan. Melalui
kegiatan itulah anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur atau
pola kebiasaan bahasa ibunya. Hal yang sama berlaku juga dalam pembelajaran
bahasa kedua (B2) atau bahasa asing. Melalui cara peniruan dan penguatan, para
siswa mengidentifikasi hubungan antara stimulus dan responsi yang merupakan
kebiasaan dalam berbahasa kedua atau bahasa asing.
Dalam pembelajaran bahasa, aliran
behaviorisme ini melahirkan pendekatan aural-oral atau mendengar-mengucapkan (thariqah sam’iyah syafawiyah). Dalam
pendekatan ini, peran guru sangat dominan atau lebih menonjol karena dialah
yang memilih bentuk stimulus, memberikan ganjaran dan hukuman, memberikan
penguatan dan menentukan jenisnya, dan dia pulalah yang memilih buku, materi,
dan cara mengajarkannya, bahkan menentukan bentuk jawaban atas pertanyaan yang
diajukan kepada peserta didik. Pendekatan ini memberikan perhatian utama kepada
kegiatan latihan, drill, menghafal kosa kata, dialog, teks bacaan, dan pada
sisi lain lebih mengutamakan bentuk luar bahasa (pola, struktur, kaidah) dari
pada kandungan isinya, dan mengutamakan kesahihan dan akurasi dari pada
kemampuan interaksi dan komunikasi.
2.2. Aliran Kognitifisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran
dari aliran pendidikan kognitivisme adalah dasarnya rasional. Aliran ini
memiliki asumsi filosofis yaitu the way
in which we learn atau Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan
pemikiran. inilah yang disebut dengan filosofi Rationalisme. Menurut aliran
ini, seseorang belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan
peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Aliran Kognitifisme
berusaha menjelaskan dalam belajar bagaimana cara orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam
aliran kognitifisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar
itu sendiri.karena menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir
yang kompleks. Jadi menurut teori kognitifisme pendidikan dihasilkan dari
proses berpikir ( dalam Sukarjo, 2009 :50). Dalam Baharudin & Wahyuni, 2008
Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut :
a. Perlakuan
individu didasarkan pada tingkat perkembangan kognitif peserta didik.
b. Motivasi
berasal dari dalam diri individu (intrinsik) yang timbul berdasarkan
pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
c. Tujuan
kurikuler difokuskan untuk mengembangkan keseluruhan kemampuan kognitif, bahasa,
dan motorik dengan interaksi sosial berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan
kecerdasan.
d. Bentuk
pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik dengan guru sebagai fasillitator.
e. Mengefektifkan
mengajar dengan cara mengutamakan program pendidikan yang berupa
pengetahuanpengetahuan terpadu secara hierarkis.
f. Partisipasi
peserta didik sangat dominan guna meningkatkan sisi kognitif peserta didik.
g. Kegiatan
belajar peserta didik mengutamakan belajar untuk memahami dengan cara insight
learning.
h. Tujuan
umum dalam pendidikan adalah untuk mengembangkan sisi kognitif secara optimal
dan kemampuan menggunakan kecerdasan secara bijaksanan.
Bertolak belakang dengan aliran
behaviorisme yang menekankan pentingnya stimulus eksternal dalam pembelajaran, aliran
kognitifisme menegaskan pentingnya keaktifan peserta didik. Peserta didiklah
yang mengatur dan menentukan proses pembelajaran. Lingkungan bukanlah penentu
awal dan akhir positif atau negatifnya hasil pembelajaran. Menurut pandangan aliran
ini, seseorang ketika menerima stimulus dari lingkungannya, dia melakukan
pemilihan sesuai dengan minat dan keperluannya, menginterpretasikannya,
menghubungkannya dengan pengalaman hidupnya terdahulu, baru kemudian memilih
alternatif respon yang paling sesuai.
Para ahli psikolinguistik pengikut aliran
kognitifisme, antara lain Noam Chomsky dan James Deez, mereka berpendapat bahwa
setiap manusia memiliki kesiapan alamiah untuk belajar bahasa. Manusia lahir di
dunia dibekali oleh Sang Pencipta dengan piranti pemerolehan bahasa atau LAD (Language Acquisition Device). Alat ini
menyerupai layar radar yang hanya menangkap gelombang-gelombang bahasa. Setelah
diterima, gelombang-gelombang itu ditata dan dihubung-hubungkan satu sama lain
menjadi sebuah sistem kemudian dikirimkan ke pusat pengolahan kemampuan
berbahasa (Language Competence).
Pusat ini merumuskan kaidah-kaidah
bahasa dari data-data ujaran yang dikirimkan oleh LAD dan menghubungkannya
dengan makna yang dikandungnya, sehingga terbentuklah kemampuan berbahasa. Pada
tahap selanjutnya, pembelajar bahasa menggunakan kemampuan berbahasanya untuk
mengkreasi atau menghasilkan kalimat-kalimat dalam bahasa yang dipelajarinya
untuk mengungkapkan keinginan atau keperluannya sesuai dengan kaidah-kaidah
yang telah diketahuinya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Landasan linguistik merupakan ilmu tentang bahasa yang
menjadikan bahasa sebagai objek kajiangannya serta mengkaji seluk beluk bahasa
pada umumnya. Bahkan untuk interaksi sosial dan alat komunkasi manusia yang
bersifat sistematis. Sedangkan landasan psikologis pendidikan merupakan salah satu landasan
yang penting dalam pelaksanan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam
menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta
didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan
kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda mulai dari
banyi hingga dewasa.
Selain itu landasan
psikologi merupakan pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan
aspek kejiwaan. Landasan psikologi memiliki peran penting dalam pendidikan baik
itu dalam belajar dan pembelajaran
khususnya Teori Belajar Bahasa. Pengetahuan
tentang psikologi sangat diperlukan oleh pihak guru atau instruktur sebagai
pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan pengasuh dalam memahami
karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik peserta secara integral. Sebagai pendidik sangat memerlukan pemahaman landasan psikologis agar proses pembelajaran
berlangsung secara optimal dan maksimal.
2. Saran
Begitu pentingnya landasan psikologis dalam pendidikan maka
seluruh calon pendidik dan para pendidik diharapkan mampu mempelajari serta
mengaplikasikan landasan psikologis dalam pendidikan agar proses pendidikan
berjalan dengan baik. Adanya penjelasan
definisi landasan linguistik maupun landasan psikologi kita menjadi paham dan
mengerti apa gunanya berbahasa dengan seluk
beluknya dalam proses pembelajaran. Bahkan Psikologi dibutuhkan di
berbagai ilmu pengetahuan untuk mengerti dan memahami kejiwaan seseorang. Sehingga bisa membuahkan hasil
maksimal dan optimal dalam mengatasi
permasalahan yang timbul dalam individu (siswa) terutama masalah belajar.
Diharapkan juga untuk pemakalah selanjutnya untuk menjadikan makalah ini
sebagai acuan untuk pembuatan makalah selanjutnya dan materi yang dibahas agar
lebih rinci.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina.
2011. Pendekatan dan Metodologi dalam
Keterampilan Istima'.
(http://agustina-kuliah.blogspot.com/2011/04/pendekatan-dan-metodologi-dalam.html). Diakses pada tanggal 18 September 2012
(http://agustina-kuliah.blogspot.com/2011/04/pendekatan-dan-metodologi-dalam.html). Diakses pada tanggal 18 September 2012
Walfajri.
2009. Dasar-dasar Teoritis Pengajaran
Bahasa. (Online),
(http://fajristainjusi.blogspot.com/2009/12/dasar-dasar-teoritis-pengajaran-bahasa_1441.html),
diakses pada tanggal 15 September 2012.
Hirdyantara. 2012. Teori Transformatif. (http://hirdyantarasleepbastrindo.blogspot.com/2012/04/teori-tranformatif.html).
Diakses pada tanggal 18 September 2012
Rahman, T. 2010.
Strukturalisme. (http://jezen.blogspot.com/2010/02/strukturalisme.html).
Diakses pada tanggal 19 September 2012
Lubis, I. 2012. Makalah Landasan Teori Psikologi. (ibrahimstwo0@gmail.com). Diakses pada
tanggal 19 September 2012
Brown, H. D.
2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran
Bahasa. Jakarta: Pearson Education, Inc.
0 komentar:
Posting Komentar