Selasa, 02 Juli 2013

Mendapatkan Pendidikan Itu Tidak Susah Kok. . .

Pendidikan, siapa yang tidak membutuhkanya? Semua orang pasti ingin mendapat pendidikan, entah itu pendidikan formal seperti di sekolah, institut-institut negeri maupun swasta, dan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal ini dapat dijumpai di lingkungan masyarakat yang pada umumnya mendidik anak untuk bertindak positif atau malah sebaliknya. Sedangkan lembaga pendidikan nonformal yang lain adalah keluarga. Dalam hal ini keluarga merupakan lembaga pertama yang memberikan pendidikan kepada kita, entah itu pendidikan karakter maupun pendidikan akademik yang sedikit demi sedikit mulai diperkenalkan. Tujuan daripada keluarga itu sendiri adalah, untuk memperkenalkan dan sekaligus mengarahkan pengetahuan anak ke hal-hal yang positif. Jadi dapat dikatakan pendidikan nonformal yaitu faktor terbesar yang dapat mempengaruhi mental, sikap, perilaku, dan kepribadian anak. Lalu bagaimana jika lembaga nonformal tersebut tidak dapat mencapai atau malah berlawanan dari tujuanya tersebut?

            Saya mengambil contoh anak seorang tukang bakso keliling di Alun-alun Kota Malang. Dia berumur 12 tahun dan sedang duduk dibangku SD kelas 4. Dalam hal ini sudah terlihat bahwa anak itu sempat tidak naik kelas 2 tahun, karena dalam umur 12 tahun seharusnya dia sudah menduduki kelas 6 SD namun dalam kenyataanya tidak. Dalam kasus ini memang terlihat jelas bahwa dia mempunyai hambatan dalam menempuh pendidikan formal. Hal ini mungkin dikarenakan keseharianya yang tidak diawasi oleh orangtua yang telah sibuk dengan pekerjaanya, dan saya juga mempunyai anggapan bahwa orangtua si anak tidak lagi memperdulikan tentang pendidikanya. Memang banyak orangtua yang beranggapan bahwa pendidikan itu penting, tetapi hanya pada batas SMA maupun SMP walaupun sekarang wajib belajar sudah sampai 12 tahun dan pemerintah juga sudah memberi bantuan bagi mereka yang kurang mampu. Selanjutnya jauh-jauh hari mereka malah merencakan untuk mengirim anak mereka menjadi TKI di luar negeri dengan resiko yang jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan di negara sendiri, dan ini merupaka lagu wajib bagi para orangtua yang memang kurang mengerti akan arti dari pendidikan sendiri. Ini membuktikan bahwa lembaga nonformal seperti keluarga juga dapat mempengaruhi lembaga lain.
            Saya juga menemukan bahwa terdapat penyelewengan karakter dari si anak. Dia sempat buang air kecil sembarangan, padahal terdapat fasilitas toilet di seberang. Sebenarnya apakah yang menyebabkan hal ini?
            Saya mencari informasi serta sempat menanyai si anak tersebut, dan ternyata dia beranggapan bahwa lebih mudah dan praktis kencing di sembarang tempat daripada harus ke toilet, lagipula kalau di toilet itu harus membayar sebesar seribu rupiah, bagaimana kalau  kencingnya sehari sepuluh kali? Apakah juga harus membayar sepuluh ribu rupiah? Memang kadang anggapan seperti itu logis dan masuk akal, bahkan bukan hanya itu masalahnya. Jika anak yang menggunakan seragam sekolah menggunakan toilet umum tersebut akan dikenai biaya dua ribu rupiah. Terhitung dua kali lipat dari harga semula yang diperuntukkan untuk umum. Apakah fasilitas tersebut memang benar untuk umum? Dan mengapa jika anak yang memakai seragam sekolah malah tarif yang diberikan meningkat? Apakah seragam sekolah menandakan orang yang mempunyai banyak uang? Inilah contoh kecil kepelikan yang terdapat di Indonesia, untuk mendapatkan sesuatu pengesahan dari masyarakat kita diwajibkan membuat lebel umum. Padahal dalam realisasinya kata umum tersebut hilang dan berganti menjadi keuntungan bagi pihak tertentu. Apakah dengan karakter seperti itu kita dapat memberikan contoh yang baik bagi generasi selanjutya?
            Jika seperti itu memang benar apa yang dilakukan si anak mengenai buang air kecil sembarangan. Pada dasarnya memang tekanan yang di dapat dari masyarakat ataupun lingkungan secara tidak langsung dapat menjadikan kepribadian seorang anak. Dalam hal ini seharusnya keluarga menjadi pengontrol untuk mengarahkan karakter anak ke dalam hal yang positif. Tidak membiarkan anak mencari kepribadianya sendiri yang secara bersamaan mengalami tekanan dari luar. Hal ini sesuai dalam landasan pendidikan yang terfokus kedalam landasan psikologis dibahas mengenai strategi peranan faktor belajar dalam perkembangan manusia yang meliputi strategi behavioral dan humanistik. Dalam strategi behavioral manusia digolongkan sebagai mahkluk pasif dan pendidikanya hanya bergantung pada lingkungan. Untuk hal semacam ini, lingkunganlah yang berperan aktif sedangkan manusia hanya menerima apa yang sudah ada, berbeda dengan strategi humanistik. Dalam strategi humanistik, manusia berperan aktif dalam mencari pendidikan yang sesuai. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa hal ini tentunya memerlukan bimbingan.
            Bila berbicara soal bimbingan, maka akan kembali lagi ke masalah keluarga. Keluarga memang menjadi pemeran utama dalam membantu anak menentukan karakter anak. Bukan harus dari keluarga yang berpendidikan, ataupun dari keluarga yang kaya raya, tapi dari keluarga yang peduli akan masa depan anak. Disini saya mengangkat contoh anak tukang bakso karena saya mempunyai pemikiran bahwa pendidikan tidak harus berangkat dari latar belakang keluarga yang memang kurang dari segi apapun. Tapi pendidikan berangkat dari niat dan kepedulian. Niat bagi anak yang memang benar-benar menginginkan pendidikan setinggi-tingginya, dan peduli bagi keluarga yang mendukung sang anak untuk meraih cita-citanya. Saya mempunyai contoh yaitu seorang anak tukang bakso yang tinggal di sebuah petak kamar tanpa jendela, dan tidak jarang ikut membantu ibunya membuat bola-bola bakso serta mendorong gerobak bakso. Namun dibalik itu semua dia adalah seorang mahasiswa salah satu Universitas Negeri di Sumatera. Itu semua tidak lain adalah berkat beasiswa bidik misi yang telah ia terima.
Kesusksesan tersebuat hanyalah contoh kecil bila memang ada jalan bagi setiap usaha. Niat, adalah salah satu yang utama daripada rencana dan usaha yang dilakukan. Melihat hal tersebut tentunya kita dapat mengetahui bahwa orang dengan latar belakang kurang mampu dapat mengenyam pendidikan tinggi dengan bantuan dari pemerintah yang diwujudkan sebagai beasiswa. Dalam bidang pendidikan, pemerintah memang sudah banyak melakukan campur tangan dengan memberikan dana BOS bagi pelajar yang menempuh pendidikan selama sembilan tahun, dan bahkan sekarang meningkat menjadi 12 tahun. Setelah itu untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, pemerintah memberikan bantuan berupa beasiswa bidik misi bagi mereka yang kurang mampu dan berprestasi. Dalam hal ini peran aktif pemerintah sudah cukup banyak untuk menumbuhkan masyarakat yang sadar akan pendidikan. Lalu bagaimana dengan mereka yang kurang mampu dan tidak berprestasi?
Inilah kelanjutan dari tujuan pemerintah yang memberikan bantuan operasional pendidikan bagi mereka yang kurang mampu dan berprestasi. Pemerintah berharap dengan memberikan bantuan operasional pendidikan, maka jumlah warga negara yang sadar akan pendidikan meningkat dan secara otomatis persaingan untuk mendapatkan bantuan operasional meningkat yang berbanding lurus dengan prestasi akademik maupun nonakademik pelajar. Maka untuk tahap selanjutnya akan berkurang ditemukanya pelajar yang kurang mampu dan tidak berprestasi.

Jadi pada dasarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak itu sangatlah mudah. Pertama dapat dimulai dari lingkup keluarga, yang kemudian disusul ke lingkup formal, dan masyarakat. Terdapat saling keterkaitan dari kesemua lingkup atau lembaga tersebut yang tidak akan pernah dapat berjalan dengan baik jika dihilangkan salah satu saja. Kemudian dalam proses mendapatkanya juga telah banyak mendapat bantuan khususnya dari pemerintah. Oleh karena itu pendidikan itu penting dan waktu terus berputar, maka jangan sia-siakan waktumu untuk menempuh pendidikan demi masa depan yang lebih baik.

ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: Selasa, Juli 02, 2013 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar