Pendidikan, siapa yang tidak
membutuhkanya? Semua orang pasti ingin mendapat pendidikan, entah itu
pendidikan formal seperti di sekolah, institut-institut negeri maupun swasta,
dan pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal ini dapat dijumpai di lingkungan
masyarakat yang pada umumnya mendidik anak untuk bertindak positif atau malah
sebaliknya. Sedangkan lembaga pendidikan nonformal yang lain adalah keluarga.
Dalam hal ini keluarga merupakan lembaga pertama yang memberikan pendidikan
kepada kita, entah itu pendidikan karakter maupun pendidikan akademik yang
sedikit demi sedikit mulai diperkenalkan. Tujuan daripada keluarga itu sendiri
adalah, untuk memperkenalkan dan sekaligus mengarahkan pengetahuan anak ke
hal-hal yang positif. Jadi dapat dikatakan pendidikan nonformal yaitu faktor
terbesar yang dapat mempengaruhi mental, sikap, perilaku, dan kepribadian anak.
Lalu bagaimana jika lembaga nonformal tersebut tidak dapat mencapai atau malah
berlawanan dari tujuanya tersebut?
Saya mengambil contoh anak seorang
tukang bakso keliling di Alun-alun Kota Malang. Dia berumur 12 tahun dan sedang
duduk dibangku SD kelas 4. Dalam hal ini sudah terlihat bahwa anak itu sempat
tidak naik kelas 2 tahun, karena dalam umur 12 tahun seharusnya dia sudah
menduduki kelas 6 SD namun dalam kenyataanya tidak. Dalam kasus ini memang
terlihat jelas bahwa dia mempunyai hambatan dalam menempuh pendidikan formal.
Hal ini mungkin dikarenakan keseharianya yang tidak diawasi oleh orangtua yang
telah sibuk dengan pekerjaanya, dan saya juga mempunyai anggapan bahwa orangtua
si anak tidak lagi memperdulikan tentang pendidikanya. Memang banyak orangtua
yang beranggapan bahwa pendidikan itu penting, tetapi hanya pada batas SMA
maupun SMP walaupun sekarang wajib belajar sudah sampai 12 tahun dan pemerintah
juga sudah memberi bantuan bagi mereka yang kurang mampu. Selanjutnya jauh-jauh
hari mereka malah merencakan untuk mengirim anak mereka menjadi TKI di luar
negeri dengan resiko yang jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan di negara
sendiri, dan ini merupaka lagu wajib bagi para orangtua yang memang kurang
mengerti akan arti dari pendidikan sendiri. Ini membuktikan bahwa lembaga
nonformal seperti keluarga juga dapat mempengaruhi lembaga lain.
Saya juga menemukan bahwa terdapat
penyelewengan karakter dari si anak. Dia sempat buang air kecil sembarangan,
padahal terdapat fasilitas toilet di seberang. Sebenarnya apakah yang
menyebabkan hal ini?
Saya mencari informasi serta sempat
menanyai si anak tersebut, dan ternyata dia beranggapan bahwa lebih mudah dan
praktis kencing di sembarang tempat daripada harus ke toilet, lagipula kalau di
toilet itu harus membayar sebesar seribu rupiah, bagaimana kalau kencingnya sehari sepuluh kali? Apakah juga
harus membayar sepuluh ribu rupiah? Memang kadang anggapan seperti itu logis
dan masuk akal, bahkan bukan hanya itu masalahnya. Jika anak yang menggunakan
seragam sekolah menggunakan toilet umum tersebut akan dikenai biaya dua ribu
rupiah. Terhitung dua kali lipat dari harga semula yang diperuntukkan untuk
umum. Apakah fasilitas tersebut memang benar untuk umum? Dan mengapa jika anak
yang memakai seragam sekolah malah tarif yang diberikan meningkat? Apakah
seragam sekolah menandakan orang yang mempunyai banyak uang? Inilah contoh
kecil kepelikan yang terdapat di Indonesia, untuk mendapatkan sesuatu
pengesahan dari masyarakat kita diwajibkan membuat lebel umum. Padahal dalam
realisasinya kata umum tersebut hilang dan berganti menjadi keuntungan bagi
pihak tertentu. Apakah dengan karakter seperti itu kita dapat memberikan contoh
yang baik bagi generasi selanjutya?
Jika seperti itu memang benar apa
yang dilakukan si anak mengenai buang air kecil sembarangan. Pada dasarnya
memang tekanan yang di dapat dari masyarakat ataupun lingkungan secara tidak
langsung dapat menjadikan kepribadian seorang anak. Dalam hal ini seharusnya
keluarga menjadi pengontrol untuk mengarahkan karakter anak ke dalam hal yang
positif. Tidak membiarkan anak mencari kepribadianya sendiri yang secara
bersamaan mengalami tekanan dari luar. Hal ini sesuai dalam landasan pendidikan
yang terfokus kedalam landasan psikologis dibahas mengenai strategi peranan
faktor belajar dalam perkembangan manusia yang meliputi strategi behavioral dan
humanistik. Dalam strategi behavioral manusia digolongkan sebagai mahkluk pasif
dan pendidikanya hanya bergantung pada lingkungan. Untuk hal semacam ini,
lingkunganlah yang berperan aktif sedangkan manusia hanya menerima apa yang
sudah ada, berbeda dengan strategi humanistik. Dalam strategi humanistik,
manusia berperan aktif dalam mencari pendidikan yang sesuai. Namun tidak dapat
dipungkiri bahwa hal ini tentunya memerlukan bimbingan.
Bila berbicara soal bimbingan, maka
akan kembali lagi ke masalah keluarga. Keluarga memang menjadi pemeran utama
dalam membantu anak menentukan karakter anak. Bukan harus dari keluarga yang
berpendidikan, ataupun dari keluarga yang kaya raya, tapi dari keluarga yang
peduli akan masa depan anak. Disini saya mengangkat contoh anak tukang bakso
karena saya mempunyai pemikiran bahwa pendidikan tidak harus berangkat dari
latar belakang keluarga yang memang kurang dari segi apapun. Tapi pendidikan
berangkat dari niat dan kepedulian. Niat bagi anak yang memang benar-benar
menginginkan pendidikan setinggi-tingginya, dan peduli bagi keluarga yang
mendukung sang anak untuk meraih cita-citanya. Saya mempunyai contoh yaitu
seorang anak tukang bakso yang tinggal di sebuah petak kamar tanpa jendela, dan
tidak jarang ikut membantu ibunya membuat bola-bola bakso serta mendorong
gerobak bakso. Namun dibalik itu semua dia adalah seorang mahasiswa salah satu
Universitas Negeri di Sumatera. Itu semua tidak lain adalah berkat beasiswa bidik misi yang telah ia
terima.
Kesusksesan
tersebuat hanyalah contoh kecil bila memang ada jalan bagi setiap usaha. Niat,
adalah salah satu yang utama daripada rencana dan usaha yang dilakukan. Melihat
hal tersebut tentunya kita dapat mengetahui bahwa orang dengan latar belakang
kurang mampu dapat mengenyam pendidikan tinggi dengan bantuan dari pemerintah
yang diwujudkan sebagai beasiswa.
Dalam bidang pendidikan, pemerintah memang sudah banyak melakukan campur tangan
dengan memberikan dana BOS bagi pelajar yang menempuh pendidikan selama
sembilan tahun, dan bahkan sekarang meningkat menjadi 12 tahun. Setelah itu
untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, pemerintah memberikan bantuan
berupa beasiswa bidik misi bagi
mereka yang kurang mampu dan berprestasi. Dalam hal ini peran aktif pemerintah
sudah cukup banyak untuk menumbuhkan masyarakat yang sadar akan pendidikan.
Lalu bagaimana dengan mereka yang kurang mampu dan tidak berprestasi?
Inilah
kelanjutan dari tujuan pemerintah yang memberikan bantuan operasional
pendidikan bagi mereka yang kurang mampu dan berprestasi. Pemerintah berharap
dengan memberikan bantuan operasional pendidikan, maka jumlah warga negara yang
sadar akan pendidikan meningkat dan secara otomatis persaingan untuk
mendapatkan bantuan operasional meningkat yang berbanding lurus dengan prestasi
akademik maupun nonakademik pelajar. Maka untuk tahap selanjutnya akan
berkurang ditemukanya pelajar yang kurang mampu dan tidak berprestasi.
Jadi
pada dasarnya untuk mendapatkan pendidikan yang layak itu sangatlah mudah.
Pertama dapat dimulai dari lingkup keluarga, yang kemudian disusul ke lingkup
formal, dan masyarakat. Terdapat saling keterkaitan dari kesemua lingkup atau
lembaga tersebut yang tidak akan pernah dapat berjalan dengan baik jika
dihilangkan salah satu saja. Kemudian dalam proses mendapatkanya juga telah
banyak mendapat bantuan khususnya dari pemerintah. Oleh karena itu pendidikan
itu penting dan waktu terus berputar, maka jangan sia-siakan waktumu untuk
menempuh pendidikan demi masa depan yang lebih baik.
0 komentar:
Posting Komentar