JAKARTA- Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU Organisasi Masyarakat (Ormas) sebagai
Undang-Undang. Keputusan DPR mengesahkan RUU yang sarat dengan pasal-pasal
kontroversi ini disesalkan sejumlah kalangan.
Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat (ELSAM) mengecam keras pengesahan RUU itu. Menurut Direktur
Eksekutif ELSAM, Indriaswati Dyah Saptaningrum, pengesahan RUU ormas merupakan
kemunduran fundamental dari proses demokratisasi yang telah dimulai semenjak reformasi
1998. “Keputusan DPR ini jelas membuka kembali jalan bagi berlakunya rejim yang
represif terhadap kemerdekaan berekspresi dan berorganisasi yang merupakan hak
asasi yang dijamin konstitusi,” kata Indriaswati dalam keterangan tertulis,
Rabu (3/6/2013).
Pengesahan RUU ini, kata
Indriaswati, juga menunjukkan masih terus berlangsungnya praktek politik
transaksional di badan legislatif. “Kebijakan publik dihasilkan dari proses
transaksi politik dengan mengabaikan kualitas produk legislatif itu sendiri,”
katanya.
Padahal, kata Indriaswati,
ELSAM bersama berbagai masyarakat sipil dari berbagai daerah dan koalisi
masyarakat untuk kebebasan berserikat (KBB) secara terus menerus telah
menyampaikan keberatan atas rancangan undang-undang Ormas.
Keberatan itu terkait dengan
pengaturan dalam pasal-pasal yang menunjukkan paradigma RUU. Di mana masyarakat
sipil dipandang sebagai ancaman terhadap negara dan pemerintah dan karenanya
perlu dikontrol dan diatur. “Pandangan ini jelas bertentangan dengan realitas
dan kontribusi nyata masyarakat sipil yang ditunjukkan semenjak proses transisi
politik tahun 1998. Paradigma yang dikukuhkan melalui keputusan DPR mengesahkan
RUU ini jelas menghidupkan kembali paradigma yang sama yang berlaku pada masa
Orde Baru,” katanya.
Selain itu, pasal-pasal yang
diatur dalam RUU Ormas jelas telah diatur oleh berbagai undang-undang lain,
kecuali pasal-pasal yang berisi pengetatan kontrol dan peningkatan sanksi
pidana dan sanksi hukum lain.
“Melalui pengaturan ini
masyarakat sipil tak hanya akan berhadapan dengan alat represi negara melainkan
juga gugatan dari pihak ketiga melalui sanksi perdata. Pasal-pasal ini jelas
bermasalah karena tidak dirumuskan secara rigid dan tegas sehingga bersifat
intepretatif dan lentur,” kata Indriaswati.
Pasal-pasal ini, kata Indriaswati, menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial. Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh perangkat negara.
“Oleh karena itu, ELSAM menyerukan, seluruh elemen
masyarakat sipil untuk segera meneruskan perlawanan secara konstitusional
dengan mendukung upaya pengujian kembali UU Ormas ke Mahkamah Konstitusi,”
tutupnya. (ugo)Pasal-pasal ini, kata Indriaswati, menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial. Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh perangkat negara.
Sumber: www.okezone.com
0 komentar:
Posting Komentar