Rabu, 03 Juli 2013

RUU Ormas Hidupkan Kembali Rezim Otoriter

JAKARTA- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan RUU Organisasi Masyarakat (Ormas) sebagai Undang-Undang. Keputusan DPR mengesahkan RUU yang sarat dengan pasal-pasal kontroversi ini disesalkan sejumlah kalangan.
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengecam keras pengesahan RUU itu. Menurut Direktur Eksekutif ELSAM, Indriaswati Dyah Saptaningrum, pengesahan RUU ormas merupakan kemunduran fundamental dari proses demokratisasi yang telah dimulai semenjak reformasi 1998. “Keputusan DPR ini jelas membuka kembali jalan bagi berlakunya rejim yang represif terhadap kemerdekaan berekspresi dan berorganisasi yang merupakan hak asasi yang dijamin konstitusi,” kata Indriaswati dalam keterangan tertulis, Rabu (3/6/2013).
Pengesahan RUU ini, kata Indriaswati, juga menunjukkan masih terus berlangsungnya praktek politik transaksional di badan legislatif. “Kebijakan publik dihasilkan dari proses transaksi politik dengan mengabaikan kualitas produk legislatif itu sendiri,” katanya. 
Padahal, kata Indriaswati, ELSAM bersama berbagai masyarakat sipil dari berbagai daerah dan koalisi masyarakat untuk kebebasan berserikat (KBB) secara terus menerus telah menyampaikan keberatan atas rancangan undang-undang Ormas.
Keberatan itu terkait dengan pengaturan dalam pasal-pasal yang menunjukkan paradigma RUU. Di mana masyarakat sipil dipandang sebagai ancaman terhadap negara dan pemerintah dan karenanya perlu dikontrol dan diatur. “Pandangan ini jelas bertentangan dengan realitas dan kontribusi nyata masyarakat sipil yang ditunjukkan semenjak proses transisi politik tahun 1998. Paradigma yang dikukuhkan melalui keputusan DPR mengesahkan RUU ini jelas menghidupkan kembali paradigma yang sama yang berlaku pada masa Orde Baru,” katanya.
Selain itu, pasal-pasal yang diatur dalam RUU Ormas jelas telah diatur oleh berbagai undang-undang lain, kecuali pasal-pasal yang berisi pengetatan kontrol dan peningkatan sanksi pidana dan sanksi hukum lain. 
“Melalui pengaturan ini masyarakat sipil tak hanya akan berhadapan dengan alat represi negara melainkan juga gugatan dari pihak ketiga melalui sanksi perdata. Pasal-pasal ini jelas bermasalah karena tidak dirumuskan secara rigid dan tegas sehingga bersifat intepretatif dan lentur,” kata Indriaswati.

Pasal-pasal ini, kata Indriaswati, menambah panjang daftar ketetuan represif yang senada di berbagai undang-undang seperti UU ITE, Intelijen, dan Penanganan Konflik Sosial. Ketentuan tersebut jelas merupakan ancaman nyata bagi organisasi masyarakat yang bekerja untuk membongkar kasus korupsi, pelanggaran HAM dan kekerasan oleh perangkat negara. 
“Oleh karena itu, ELSAM menyerukan, seluruh elemen masyarakat sipil untuk segera meneruskan perlawanan secara konstitusional dengan mendukung upaya pengujian kembali UU Ormas ke Mahkamah Konstitusi,” tutupnya. (ugo)


Sumber: www.okezone.com

ads

Ditulis Oleh : Unknown Hari: Rabu, Juli 03, 2013 Kategori:

0 komentar:

Posting Komentar